Posted by Ronny Kongdoh

CENTURY 21 Jaya,Jual-Beli-Sewa

Melayani Jual-Beli-Sewa Rumah dan Ruko
Hubungi Kami
Jl. DR. Ratulangi, B16
,Makassar

Posted by Ronny Kongdoh

Kiat Sukses Promosi Blog

Dalam buku elektornik ini anda juga akan menemukan kiat sukses dan point penting dalam kegiatan promosi blog serta bagaimana etika promosi yang terkandung didalamnya. Jadi segera download dan pastikan anda pertama yang membacanya.

Posted by Ronny Kongdoh

Glow Laus Photography

Melayani Foto Pre wedding, Foto Pernikahan, Foto Keluarga dan Foto Acara lainnya, Design Foto Kolase Album Digital, Serta Design Kartu Ulang Tahun
Hubungi : 08124226361

11 August 2009

Latar Belakang Detasemen Khusus 88

. 11 August 2009

Dalam beberapa hari ini diramaikan berita tentang penyerbuan dan penyergapan aparat kepolisian terhadap kelompok teroris Jemaah Islamiyah baik (JI) di Jatiasih, Bekasi maupun di Temanggung. Bahkan penyerbuan aparat di Temanggung berhasil menewaskan seorang teroris yang diduga adalah gembong teroris sendiri yang paling dicari-cari di Indonesia, Noordin M. Top.
Aparat kepolisian yang sukses menunaikan tugas tersebut tidak pelak adalah satuan khusus Polri yaitu Densus (Detasemen Khusus) 88 Anti Teror yang memang dibentuk untuk bertugas menangani terorisme domestik. Tujuan pembentukannya memang berbeda dengan tujuan pasukan khusus penangulangan teroris dari unsur militer seperti Sat81/Gultor (Satuan 81 Penanggulangan Teror) Kopassus TNI AD atau Denjaka (Detasemen Jala Mengkara) milik Korps Marinir TNI AL.

Setelah tragedi Bom Bali I tahun 2002, mulai dirasakan pentingnya pembentukan sebuah unit pasukan khusus untuk penanggulangan terorisme secara domestik seperti ancaman teror bom hingga penyanderaan sandera di Indonesia. Karena lebih menyangkut keselamatan masyarakat umum sehingga lebih berdimensi penegakan hukum dan kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat), maka pembentukan pasukan khusus anti teror itu adalah di bawah Kepolisian RI.

Berbeda dengan tugas Sat 81/Gultor Kopassus yang memang lebih ditujukan pada ancaman teror terhadap kedaulatan negara dan juga bisa diterjunkan ke luar wilayah Indonesia. Seperti halnya operasi khusus di daerah konflik militer Aceh yang melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebelum masa perdamaian beberapa tahun lalu ataupun operasi terhadap OPM di Papua. Anda masih ingat bahwa satuan tersebut ketika masih bernama pasukan anti teror Kopasandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) berhasil menumpas teror pembajakan pesawat Woyla tahun 1981.

Tetapi satuan anti teror Sat 81 Gultor atau Denjaka maupun unit anti teror lain dari unsur militer dirasakan kurang tepat menangani ancaman teror yang menganggu kamtibmas masyarakat seperti terorisme oleh kelompok JI atau kelompok lainnya. Apalagi operasi satuan anti teror dari unsur militer adalah bersifat rahasia sehingga pasukan itu kurang tepat diekspos kepada umum dan juga karena tugas mereka berdimensi militer untuk menghancurkan ancaman teror oleh musuh negara yang hendak mengganggu kedaulatan negara.

Setelah menyadari pentingnya penanggulangan ancaman teror domestik setelah berentet pengeboman baik Bom Bali tahun 2002 atau Bom Kedubes Australia (2004) dan sebagainya, maka pemerintah Indonesia membentuk sebuah satuan anti teror Polri agar pengungkapan dan pemberantasan teorisme lebih efektif tanpa harus terganggu oleh berbagai berbagai hambatan birokrasi dalam tubuh kepolisian. Maka dibentuklah Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian Republik Indonesia pada 26 Agustus 2004 dengan komandan pertamanya, Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian.

Kekuatan pasukan khusus anti teror Polri yang bermarkas di Megamendung, 50 km di selatan Jakarta ini diperkirakan mencapai 400 anggota. Diberi angka 88 karena memiliki makna khusus yaitu jumlah korban Bom Bali yang mencapai 88 orang dan juga memiliki makna lain yaitu tidak terputus dan terus menyambung. Maksudnya tugas Densus 88 ini tidak terputus dan terus menyambung. Selain itu angka 88 ini juga menyerupai borgol yang bermakna bahwa polisi serius menangani kasus teror.

Mereka juga dilengkapi beraneka peralatan canggih baik persenjataan maupun kendaraan buatan Amerika Serikat seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Tidak hanya itu, Densus 88 ini juga mendapatkan pelatihan langsung oleh CIA, FBI, dinas rahasia AS Secret Service dan para mantan pasukan khusus AS serta tentu saja pelatihan oleh instruktur dari unsur pasukan khusus militer Indonesia seperti Kopassus. Konon Densus 88 juga akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya.

Dengan peralatan canggih dan pelatihan dengan materi yang setara dengan pelatihan pasukan anti teror di negara maju seperti AS ini, tidak heran jika dalam usia yang masih muda Densus 88 ini berhasil unjuk gigi dengan kesuksesan operasi-operasi anti terornya. Diantaranya operasi penumpasan yang menewaskan buronan no. 1 di Indonesia dan Malaysia, Dr. Azahari yang dikenal sebagai Doktor Bom di Kota Batu, Jawa Timur pada 9 November 2005, penangkapan Yusron al Mahfud, tersangka jaringan teroris kekompok Abu Dujana di Banyumas, Jawa Tengah pada 9 Juni 2007 dan beberapa operasi lainnya termasuk operasi baru-baru ini seperti yang telah disebutkan pada awal tulisan ini.

Dengan kembalinya ancaman teror yang mulai marak lagi, sudah tentu Densus 88 AT Polri akan makin sibuk. Namun pasukan khusus ini tidak bisa berjalan sendiri saja tanpa adanya partisipasi dan dukungan yang nyata dari semua unsur masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu, demi keamanan dan ketenteraman bangsa dan negara kita yang tercinta ini, mari kita semua tanpa kecuali bersama-sama bergandeng tangan melawan ancaman teror apapun bentuknya di Indonesia.


Image and video hosting by TinyPic

Share

Artikel yang berkaitan



Latar Belakang Detasemen Khusus 88

. 11 August 2009

Dalam beberapa hari ini diramaikan berita tentang penyerbuan dan penyergapan aparat kepolisian terhadap kelompok teroris Jemaah Islamiyah baik (JI) di Jatiasih, Bekasi maupun di Temanggung. Bahkan penyerbuan aparat di Temanggung berhasil menewaskan seorang teroris yang diduga adalah gembong teroris sendiri yang paling dicari-cari di Indonesia, Noordin M. Top.
Aparat kepolisian yang sukses menunaikan tugas tersebut tidak pelak adalah satuan khusus Polri yaitu Densus (Detasemen Khusus) 88 Anti Teror yang memang dibentuk untuk bertugas menangani terorisme domestik. Tujuan pembentukannya memang berbeda dengan tujuan pasukan khusus penangulangan teroris dari unsur militer seperti Sat81/Gultor (Satuan 81 Penanggulangan Teror) Kopassus TNI AD atau Denjaka (Detasemen Jala Mengkara) milik Korps Marinir TNI AL.

Setelah tragedi Bom Bali I tahun 2002, mulai dirasakan pentingnya pembentukan sebuah unit pasukan khusus untuk penanggulangan terorisme secara domestik seperti ancaman teror bom hingga penyanderaan sandera di Indonesia. Karena lebih menyangkut keselamatan masyarakat umum sehingga lebih berdimensi penegakan hukum dan kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat), maka pembentukan pasukan khusus anti teror itu adalah di bawah Kepolisian RI.

Berbeda dengan tugas Sat 81/Gultor Kopassus yang memang lebih ditujukan pada ancaman teror terhadap kedaulatan negara dan juga bisa diterjunkan ke luar wilayah Indonesia. Seperti halnya operasi khusus di daerah konflik militer Aceh yang melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebelum masa perdamaian beberapa tahun lalu ataupun operasi terhadap OPM di Papua. Anda masih ingat bahwa satuan tersebut ketika masih bernama pasukan anti teror Kopasandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) berhasil menumpas teror pembajakan pesawat Woyla tahun 1981.

Tetapi satuan anti teror Sat 81 Gultor atau Denjaka maupun unit anti teror lain dari unsur militer dirasakan kurang tepat menangani ancaman teror yang menganggu kamtibmas masyarakat seperti terorisme oleh kelompok JI atau kelompok lainnya. Apalagi operasi satuan anti teror dari unsur militer adalah bersifat rahasia sehingga pasukan itu kurang tepat diekspos kepada umum dan juga karena tugas mereka berdimensi militer untuk menghancurkan ancaman teror oleh musuh negara yang hendak mengganggu kedaulatan negara.

Setelah menyadari pentingnya penanggulangan ancaman teror domestik setelah berentet pengeboman baik Bom Bali tahun 2002 atau Bom Kedubes Australia (2004) dan sebagainya, maka pemerintah Indonesia membentuk sebuah satuan anti teror Polri agar pengungkapan dan pemberantasan teorisme lebih efektif tanpa harus terganggu oleh berbagai berbagai hambatan birokrasi dalam tubuh kepolisian. Maka dibentuklah Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian Republik Indonesia pada 26 Agustus 2004 dengan komandan pertamanya, Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian.

Kekuatan pasukan khusus anti teror Polri yang bermarkas di Megamendung, 50 km di selatan Jakarta ini diperkirakan mencapai 400 anggota. Diberi angka 88 karena memiliki makna khusus yaitu jumlah korban Bom Bali yang mencapai 88 orang dan juga memiliki makna lain yaitu tidak terputus dan terus menyambung. Maksudnya tugas Densus 88 ini tidak terputus dan terus menyambung. Selain itu angka 88 ini juga menyerupai borgol yang bermakna bahwa polisi serius menangani kasus teror.

Mereka juga dilengkapi beraneka peralatan canggih baik persenjataan maupun kendaraan buatan Amerika Serikat seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Tidak hanya itu, Densus 88 ini juga mendapatkan pelatihan langsung oleh CIA, FBI, dinas rahasia AS Secret Service dan para mantan pasukan khusus AS serta tentu saja pelatihan oleh instruktur dari unsur pasukan khusus militer Indonesia seperti Kopassus. Konon Densus 88 juga akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya.

Dengan peralatan canggih dan pelatihan dengan materi yang setara dengan pelatihan pasukan anti teror di negara maju seperti AS ini, tidak heran jika dalam usia yang masih muda Densus 88 ini berhasil unjuk gigi dengan kesuksesan operasi-operasi anti terornya. Diantaranya operasi penumpasan yang menewaskan buronan no. 1 di Indonesia dan Malaysia, Dr. Azahari yang dikenal sebagai Doktor Bom di Kota Batu, Jawa Timur pada 9 November 2005, penangkapan Yusron al Mahfud, tersangka jaringan teroris kekompok Abu Dujana di Banyumas, Jawa Tengah pada 9 Juni 2007 dan beberapa operasi lainnya termasuk operasi baru-baru ini seperti yang telah disebutkan pada awal tulisan ini.

Dengan kembalinya ancaman teror yang mulai marak lagi, sudah tentu Densus 88 AT Polri akan makin sibuk. Namun pasukan khusus ini tidak bisa berjalan sendiri saja tanpa adanya partisipasi dan dukungan yang nyata dari semua unsur masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu, demi keamanan dan ketenteraman bangsa dan negara kita yang tercinta ini, mari kita semua tanpa kecuali bersama-sama bergandeng tangan melawan ancaman teror apapun bentuknya di Indonesia.


Image and video hosting by TinyPic

Share

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

Trima kasih buat komentar yang Anda berikan
Komentar jangan bersifat Spam

 

IP Address

IP

Status Blog

Top Company Reviews
Powered by  MyPagerank.Net

Support my blog

Ikutan Yuk...

Recent readers

Add to Google Reader or Homepage Subscribe in Bloglines Powered by FeedBurner

*** TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA ***
Copyright © 2012 | Ronny KongdohTM is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Admin